Oleh: Harihanto1
Di dalam tulisan saya sebelumnya jelas bahwa jika dilihat kaitannya dengan Lingkungan Hidup (LH) dan Sumber Daya Alam (SDA), Pertumbuhan Jumlah Penduduk Bumi harus dihentikan ketika LH dan SDA tidak mampu lagi Mendukung Kehidupan mereka, dan tidak mampu lagi Menampung Sampah dan Limbah yang mereka hasilkan di dalam hidup mereka; karena LH dan SDA terbatas adanya dan kemampuannya. Masalah atau pertanyaannya adalah kapan dan bagaimana cara mengetahui keadaan itu, atau ketika Jumlah Penduduk Bumi sudah berapa banyak Pertumbuhannya harus dihentikan? Berkaitan dengan pertanyaan itu para ahli memperkenalkan konsep Penduduk Optimum, yakni keadaan penduduk di mana setiap individu menjadi sejahtera (menurut Standar hidup yang berlaku dan disepakati? saat itu) tanpa mengurangi Tingkat Kesejahteraan individu lainnya (better off) (Singer dan Morris, 1977). Jadi Penduduk Optimum merupakan suatu keadaan Ideal. Untuk mengetahui keadaan itu menurut Singer dan Morris diperlukan analisis secara saksama dengan melibatkan pakar dari berbagai bidang ilmu, Ilmu Lingkungan, Ilmu Ekonomi, dsb. Menurut Singer dan Morris, Pertumbuhan Penduduk dan Ekonomi merupakan dua faktor besar yang menentukan Daya Dukung (carrying capacity) LH dan SDA, apakah akan menjadi lebih besar atau akan menjadi lebih kecil (karena Daya Dukung LH dan SDA dapat berubah, termasuk ditingkatkan dengan Teknologi, seperti yang dianut dan diyakini oleh penganut Tesis Gemah-Ripah/Cornucopian Thesis).
Baca Juga: Pengendalian Pertumbuhan Jumlah Penduduk, Solusi Mendasar Bagai Semua Masalah di Bumi
Di dalam rangka analisisnya untuk mengetahui Penduduk Optimum di dalam kaitannya dengan Daya Dukung LH dan SDA di Amerika Serikat (AS), sampai 1977 Singer dan Morris telah menemukan beberapa hal penting: (1) Tingkat Optimum Penduduk selalu di bawah Tingkat Maksimum, (2) Penduduk Optimum tidak hanya tergantung pada Jumlahnya, tetapi juga tergantung pada Sebaran Spasialnya, Tingkat Pertumbuhannya, Kemajuan Teknologi, dan Praktek Keberlanjutan, serta parameter lain yang tercakup di dalam Demografi dan Ekonomi, (3) Tingkat Penduduk Optimum tidak bersifat tetap, melainkan sangat mungkin mengalami penurunan sesuai perjalanan waktu. Temuan Singer dan Morris ini relevan dan konsisten dengan paham yang berkembang selama ini. Temuan yang menunjukkan bahwa Tingkat Optimum Penduduk selalu di bawah Tingkat Maksimum relevan dan konsusten dengan Tesis Tititk Batas (Limits Thesis), karena Tingkat Maksimum berarti Titik Batas, yang jika dicapai akan terjadi kehancuran. Bahwa Penduduk Optimum juga tergantung pada Sebaran Spasialnya, artinya semakin Merata Persebaran/Distribusinya, semakin baik. Tidak meratanya Persebaran Penduduk secara Spasial ini merupakan satu masalah yang terjadi di Indonesia. Sampai tahun 2020 yang lalu, sekitar 60% penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di Jawa, Madura, bali, dan Lombok (Jambal) yang luasnya hanya sekitar 6,6% dari total luas wilayah Indonesia (Harihanto, 2023). Masalah ini telah diatasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Program Transmigrasi (selain masalah tingginya LPP yang diatasi melalui Program Keluarga Berencana). Sedangkan Kesimpulan bahwa Tingkat Optimum Penduduk tidak bersifat tetap, dan sangat mungkin menurun sesuai perjalanan waktu, secara teoretik-normatif hal ini lebih berkaitan dengan Pertumbuhan Jumlah Penduduk sebagai faktor utamanya; artinya jika jumlah penduduk bertambah, dan dengan mengasumsikan faktor-faktor terkait lainnya (teknologi, praktek keberlanjutan, standar hidup, dan semacamnya) tidak berubah (ceteris paribus), maka Tingkat Penduduk Optimuam jelas menurun - jumlah penduduk yang sejahtera akan berkurang. Bahwa Teknologi diasumsikan ceteris paribus dasarnya adalah teknologi yang belum diciptakan, peluangnya untuk dapat diciptakan dengan tidak adalah fifty-fifty. Praktek-praktek berkelanjutan bisa jadi malah berkurang seperti yang terjadi sampai saat ini (kasus Rempang Eco City, Perambahan Taman Nasional untuk Perkebunan Sawit, Pembangunan Jalan di Tengah Hutan papua yang justru dapat meningkatkan Pembalakan Liar, dsb). Standar Hidup Masyarakat kemungkinan besar juga malah meningkat, mengingat manusia memiliki Keinginan dan Nafsu. Penelitian Singer dan Morris juga menekankan pentingnya Praktik Berkelanjutan, pemanfaatan SDA yang Efisien, dan inovasi teknologi untuk mencapai tingkat populasi (jumlah penduduk) dan kesejahteraan yang diinginkan. Hasil penelitian Singer dan Morris ini dapat digunakan sebagai informasi untuk Menyusun Kebijakan Publik terkait dengan Pengelolaan SDA, Keluarga Berenacana, dan Pembangunan Ekonomi.
Singer dan Morris mencoba mengembangkan suatu metode yang secara khusus diharapkan dapat menjawab bagaimana suatu Tingkat penduduk Optimum dapat ditentukan? Singer melakukannya di dan bekerja sama dengan Pemerintah AS. Sayangnya Upaya Singer dan Morris ini tidak atau setidak-tidaknya belum dapat dilakukan di negara-negara Sedang Berkembang seperti Indonesia, apa lagi di negara Miskin, karena Upaya ini memerlukan data nyata (real), yang di kedua negara tersebut sering kali tidak lengkap, tidak akurat, tidak dikembangkan secara baik akibat keterbatasan SDM yang telatih, dan kurang terbuka, tidak seperti di negara-negara maju, khususnya AS (dikutip dari berbagai sumber). Bahwa data di Indonesia sebagai negara Sedang Berkembang tidak lengkap, didukung oleh fakta/pengalaman penulis ketika melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) suatu daerah yang terpaksa menggunakan data dari Perusahaan swasta di bidang SDA, berupa data Cadangan SDA tertentu. Padahal seharusnya data stok, karena Cadangan itu berarti akan dieskploitasi oleh perusahaan ybs, sehingga hampir tidak ada artinya dimasukkan ke dalam KLHS, toh sebentar lagi akan digali. Sedangkan untuk melakukan inventarisasi sendiri juga tidak mungkin akibat waktu dan anggaran yang terbatas. Jadi mestinya pemerintah (daerah ybs) atau pemerintah pusat membuat program Inventarisasi SDA jangka panjang dan selalu dipebarui, sehingga dapat digunakan untuk berbagai kepentingan, khususnya untuk pemanfaatan dan pengelolaan SDA secara rasional (Soerianegara, 1978). Pemerintah Orde Baru melalui Menteri Negara Riset, Prof. Soemitro (ayah Prabowo) pernah memasukkan Penelitian dan Inventarisasi SDA sebagai Prioritas Utama ke dalam “Daftar Prioritas Relatif Bidang-Bidang Riset” (1974), sehubungan dengan Pengaturan Ekologi dan Lingkungan Hidup serta Pengamanan Masa Depan yang saat itu sudah disadari.
Selain itu, konsep Penduduk Optimum yang dipekenalkan oleh Singer dan Morris melalui penyelidikannya di AS itu mungkin tidak layak untuk semua kasus, khususnya pada kasus-kasus yang ekstrim. Sebagai contoh ada suatu negara yang mungkin hanya mempunyai kekayaan SDA tertentu, tetapi tdk mempunyai kekayaan alam yang lain - sedikit sekali lahan pertanian, sedikit air, tidak punya kapital, tidak punya pabrik dan seterusnya. Bagi negara ini penduduk optimum berarti sama dengan penduduk minimum, hasil per kapita dar penjualan SDA tertentu yang dimilik tersebut harus maksimum. Walau ini merupakan contoh kasus yang ekstrim, namun di dalam realitanya bisa saja terjadi, misalnya di negara-negara Afrika.
Sebagai penutup dapat disimpulkan bahwa Pertumbuhan Penduduk harus dihentikan ketika Tingkat Penduduk telah mencapai Optimum, baik pada tingkat negara ataupun global (Penduduk Bumi). Akan tetapi untuk mengetahui Tingkat Penduduk yang Optimum (dikaitkan dengan LH dan SDA) tersebut tidaklah mudah; diperlukan keterlibatan ahli berbagai bidang, beaya, dan data real yang andal (baru dan tepat). Pendek kata bersifat kompleks, rumit, dan kasuistis, tidak bisat universal. Dengan demikian yang paling mudah untuk diterapkan demi keberlanjutan hidup manusia di bumi adalah: (1) berhemat di dalam segala hal, (2) jangan serakah, (3) penuhi Kebutuhan, jangan turuti Keinginan dan Nafsu, (4) cukup mempunyai dua anak, sehingga tercapai Pertumbuhan Penduduk Nol dan Tingkat Penggantian, (5) ingat anak-cucu (generasi yang akan datang) sebagai perwujudan Kesamaan Hak Antar Generasi, (6) mewariskan lingkungan yang baik dan SDA tak terbarukan kepada generasi yang akan datang, sebagai perwujudan sayang anak-cucu, (7) mengeskploitasi SDA Terbarukan tak melampaui kemampuannya untuk pulih, supaya dapat berlanjut, (8) mengurangi produksi sampah dan limbah, (9) menggunakan kembali (reuse) barang-barang bekas yang masih bisa digunakan (botol kaca, botol plastik, tas kain, dsb) untuk menghemat kebutuhan dan penggunaan SDA, (10) daur ulang sampah yang tidak bisa digunakan kembali, atau berikan kepada pemulung sampah, atau jual ke Bank Sampah, (11) mengembangkan dan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan (teknologi eksploitasi yang efisien,dan teknologi produksi yang sedikit limbah/zero waste), dan (12) menerapkan studi kelayakan lingkungan di dalam usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. Semua tindakan ini lebih condong ke Tesis Titik Batas yang menurut penulis lebih bersifat hati-hati (bukan Pesimis) di dalam melihat hubungan antara Pertumbuhan Penduduk dan Lingkungan. Karena bagaimanapun tindakan yan berhati-hati lebih baik dibanding tindakan yang gegabah, boros, sembarangan, dan tidak peduli.
Tentang Penulis:
1Guru Besar Lingkungan, Pembangunan, dan Perubahan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , Universitas Mulawarman; Pengampu Mata Kuliah “Penduduk, Lingkungan, dan Pembangunan” pada Program Pendidikan Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Mulawarman; Inisiator Pembentukan Program Doktor Ilimu Lingkungan, Universitas Mualwarman;Dewan Pengawas Koalisi Kependudukan Indonesia, Kaltim